Dampak TIK dan Dilema Penggunaannya (Contoh Kasus)


Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berkembang dengan sangat pesat dan sangat cepat.

Banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang teknologi saling berlomba-lomba untuk membuat inovasi baru yang dapat diterapkan dalam kehidupan.

Perkembangan teknologi benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat saat ini, karena dengan hadirnya berbagai teknologi dapat membant mempermudah pekerjaan sehari-hari.

Namun, ada beberapa inovasi teknologi yang menjadi dilema pada masyarakat karena beberapa teknologi yang dikembangkan terasa aneh bagi sebagian orang.

Berikut beberapa contoh teknologi da penggunaannya yang menjadi dilema didalam masyarakat.

Contoh Kasus Dilema Penggunaan TIK dan Dampaknya


KASUS 1: KENDARAAN TANPA PENGEMUDI UBER DAN GOOGLE YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN

Pengembangan kendaraan tanpa pengemudi memang sedang banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan besar di dunia.

Beberapa perusahaan seperti Google dan Uber telah melakukan uji coba kendaraan tanpa pengemudi yang sedang dikembangkan untuk diturunkan ke jalan raya.

Dari beberapa hasil percobaan kendaraan tanpa kemudi tersebut ada yang berjalan mulus namun ada juga yang mengalami berbagai permasalahan teknis seperti kesalahan pada sistem kecerdasan buatan yang tertanam pada kendaraan tersebut.

Seperti yang dilansir oleh situs berita Kompas bahwa ada sebuah mobil tanpa pengemudi Uber yang terekam kamera menerobos lampu merah lalu lintas.

Lebih parah lagi, sebuah berita yang dilansir oleh situs BBC Indonesia bahwa sebuah mobil tanpa pengemudi milik Uber yang sedang beroperasi di sebuah jalan pada negara bagian Amerika yakni Arizona menyebabkan terjadinya sebuah kecelakaan.

Kejadian tersebut membuat pihak Uber untuk menarik sementara mobil tanpa pengemudi mereka dari jalan raya.

Tidak hanya mobil tanpa pengemudi milik Uber, mobil tanpa kemudi milik perusahaan Google juga diketahui pernah mengakibatkan kecelakaan di jalan Mountain View California Amerika Serikat .

Kecelakaan yang diakibatkan oleh mobil Google tersebut diungkapkan karena kesalahan dari sistem kecerdasan buatan pada mobil.

Pembuatan mobil tanpa pengemudi memang terbilang sebuah inovasi yang cukup mengesankan, namun disisi lain juga menjadi dilema karena dapat menyebebkan berbagai dampak negative seperti beberapa hal yang dijelaskan diatas.

Kasus seperti ini termasuk dalam bagian Conceptual Ethic dan Material Ethic, yang mana penggunaan teknologi yang berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup dan masalah kemanan serta pengaruh dan pendapat masyarakat kepada inovasi teknologi semacam ini.

Menurut Prof. Nicholas Evans seorang peneliti dibidang etika dan teknologi dari University of Massachussets mengatakan “Anda bisa memprogram mobil untuk meminimalkan jumlah kematian atau tahun-tahun yang hilang dalam situasi apa pun, tapi ada sesuatu yang berlawanan dengan intuisi".

Orang cenderung tidak akan membeli kendaraan tanpa pengemudi jika mereka berpikir bahwa teknologi tersebut bisa membunuh mereka dengan sengaja ataupun diprogram untuk melakukannya.”.

Lebih lanjut lagi Prof. Nicholas Evans menyebutkan bahwa mobil tanpa pengemudi juga akan sangat rentan terhadap hacking karena masalah keamanan pada teknologi yang digunakan seperti teknologi komunikasi, GPS, gambar visual dll.

Sebuah survey mengenai mobil tanpa pengemudi juga telah dilakukan oleh University of Michigan. Dilansir oleh New York Times bahwa hasil survey menunjukkan bahwa 62% mengatakan produktivitas pasca penggunaan Self Driving Car tidak mungkin terjadi dan sebanyak 36% mengaku merasa gugup saat menaiki mobil tanpa pengemudi.

Lebih lanjut lagi, bahwa peneliti juga menemukan dari 62% tersebut, sebanyak 23% yang menyebutkan mereka enggan menggunakan mobil yang mengemudi secara otomatis.

SOLUSI UNTUK CONTOH KASUS 1

Ada beberapa solusi sebagai standar operasional dan standar teknis kemanan dari pengembangan kendaraan tanpa pengemudi yakni, pemerintah dan para pakar dalam bidang teknologi harus berperan secara proaktif dengan ikut mengkaji teknologi yang digunakan pada pengembangan sistem kendaraan tanpa pengemudi.

Dengan begitu, semua standar keamanan baik dari operasional dan keamanan teknologi dapat dijamin dan kemungkinan dampak negatif dari penggunaan kendaraan tanpa pengemudi ini dapat diminimalisir sebaik mungkin.

Sebelum mengesahkan operasional mobil tanpa pengemudi, pemerintah, perusahaan serta organisasi terkait juga harus aktif dalam mensosialisasikan kepada masyarakat tentang teknologi tersebut, agar masyarakat sebagai pengguna juga dapat menyesuaikan diri terhadap inovasi baru semacam itu.



KASUS 2: TEKNOLOGI UNTUK MANIPULASI SUARA YANG BERPOTENSI UNTUK MEMBUAT BERITA PALSU


Pada contoh kasus ini diberitakan bahwa salah satu pengembang software terkemuka Adobe telah mengembangkan “Project VoCo”, dengan aplikasi tersebut setiap orang dapat menambahkan kata-kata ke file audio yang pada awalnya tidak ada.

Asisten Ilmu Komputer Prof. Vicente Ordóñez mengatakan teknologi ini menggunakan bentuk deep learning dengan nama “generative adversarial networks” yang memungkinkan untuk pembuatan konten audio baru berupa kata-kata yang belum pernah diucapkan.

Alat ini dapat menjadi masalah yang besar jika berada pada tangan yang salah.

Terdapat banyak berita palsu di media sehingga memiliki alat yang dapat menambahkan dan mengubah aspek file audio tertentu merupakan hal yang sangat berbahaya.

Kalimat utuh dapat diubah, kata-kata dapat dihapus dan frase dapat dicampur untuk menghasilkan rekaman suara berbeda dari aslinya.

Baik di lingkungan publik maupun yudisial, audio adalah sumber penting untuk menemukan dan membangun kebenaran.

Di ruang sidang, audio bisa menjadi aspek penting dalam membuktikan kesalahan terdakwa atau memperkuat alibi mereka.

Kredibilitas audio diakui karena keterbatasan teknologi secara historis menjadikannya hampir tidak mungkin dimanipulasi secara realistis, keterbatasan itu kini hancur dengan adanya aplikasi manipulasi suara.

Bayangkan jika sebuah manipulasi rekaman yang dibuat oleh VoCo melibatkan percakapan Presiden atau orang penting tentang situasi yang sensitif, rekaman seperti ini tidak hanya menjadi senjata politik melawan Presiden dan mungkin berakibat pada konsekuensi hukum.

Tapi jika ditemukan palsu, itu juga bisa membuat ketidakpercayaan kronis terhadap penggunaan audio sebagai bukti yang dapat diandalkan.

Ruang sidang pada khususnya memiliki serangkaian pedoman yang ketat untuk memastikan penggunaan audio yang sah, yang berarti bahwa inovasi seperti Adobe’s VoCo dapat mengganggu proses dalam menentukan legitimasi bukti audio menjadi semakin sulit.

Pengembang Adobe mempertimbangkan untuk menempatkan tanda air pendengaran pada audio VoCo untuk membantu memastikan konsumen dan ruang sidang sama-sama mengetahui perbedaan antara konten nyata dan yang diubah.

Di Indonesia sendiri Pemerintah dan Kepolisian memiliki keterbatasan jumlah personel dalam mengatasi banyaknya berita hoax yang bermunculan di media sosial. Dari 2700 laporan tentang berita hoax, hanya 40% yang dapat ditangani.

Dengan munculnya aplikasi untuk manipulasi suara, tentunya akan menambah beban kerja yang semakin berat bagi Pemerintah dan Kepolisian.

Seperti diungkapkan oleh Berne bahwa konsumen memiliki kecenderungan untuk dihibur, meski demikian setiap orang harus bisa membedakan saat mengkonsumsi media, jadilah konsumen kritis dan harus berhati-hati dengan apa yang dimasukkan ke dalam pikiran.

Seperti yang ditulis oleh Maria Konnikova dalam sebuah artikel untuk Politico, “Ketika kita diliputi oleh pernyataan palsu atau berpotensi salah, otak kita memiliki beban berlebih sehingga kita berhenti mencoba menyaring semuanya.”

Dengan program baru seperti VoCo yang membuat kebohongan terlihat Lebih meyakinkan seperti kebenaran, penyaringan akan semakin sulit dan manipulasi kebenaran jauh lebih mudah.

Kasus ini termasuk pada material ethic. Seperti dijelaskan Eugene Moriarty bahwa etika material menilai produk atau produk yang diajukan tentang seberapa baik kontribusinya untuk melakukan baik dalam dunia global.

Dilihat dari sisi perkembangan teknologi, manipulasi audio ini merupakan lompatan besar dalam dunia teknologi dimana setiap orang dapat membuat konten hiburan dengan suara orang lain atau tokoh ternama dunia.

Pada sisi negatif, setiap orang dapat dengan mudah melakukan adu domba dan menyebarkan berita palsu dengan mengatasnamakan orang lain atau tokoh ternama yang akan menyebabkan kekacauan di sebuah negara bahkan dunia.

SOLUSI UNTUK CONTOH KASUS 2

Solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif perkembangan teknologi manipulasi audio ini adalah dengan menerapkan watermark atau tanda pada audio yang dihasilkan, sehingga setiap orang dapat mengetahui sebuah rekaman asli atau palsu.

Solusi kedua berupa pengamanan melalui otentikasi pengguna, sehingga memudahkan penelusuran identitas pengguna jika terjadi penyalahgunaan aplikasi.

Dari sisi pengguna media sosial disarankan untuk selalu menyaring dan membandingkan berita yang didapatkan dengan situs berita yang resmi dan kredibel, sehingga berita yang didapatkan benar-benar terjamin keasliannya.

Itulah beberapa contoh kasus dalam dilema penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kehidupan dunia nyata.